A.
Pendahuluan
Agama-agama China yang populer di
dunia adalah Konfusianisme, Buddhisme, dan Taoisme. Tiga ajaran ini saling
melengkapi antara satu dengan lainnya, dan telah dijadikan pedoman dalam
kehidupan sehari-hari orang China. Jika Konfusianisme lebih menekankan
nilai-nilai etika kehidupan, Buddhisme lebih menekankan mengenai kehidupan
setelah mati, maka Taoisme lebih menekankan keserasian hubungan antara manusia
dengan alam.[1]
Kata Tao sendiri diterjemahkan
sebagai “jalan” atau “jalur” sedangkan kasarnya berarti “alam” atau “hukum
alam”[2].
Berdasarkan sumber-sumber tertulis, bahwa tradisi tentang Taoisme yang
berkembang saat ini di China maupun di luar China, dimulai dengan tokoh Lao-zi,
karena sumber dari ajaran Tao tersebut berasal dari Lao-tse, dengan kitabnya
yang cukup terkenal yakni Tao-te Ching (Jalan dan Kekuatan Klasik)[3]
Kajian tentang Taoisme dalam ranah agama-agama menjadi topik yang
cukup menarik, mengingat sejarah perjalanan Taoisme yang pernah kita baca penuh
dengan pesan-pesan kebajikan dan tuntunan hidup bagi ummat manusia. Memahami
Taoisme sebagai sebuah jalan keutuhan, keseimbangan, dan keserasian.
Sebagaimana agama-agama lain, Taoisme turut serta dalam memberikan sumbangan
pemikiran tentang harmonisasi alam semesta dengan tetap mengedepankan
prinsip-prinsip keseimbangan alam guna mencapai kedamaian dunia. Itulah
sebabnya, Taoisme lebih bersifat filosofis ketimbang agamis, karena memang
Taoisme merupakan jalan untuk menciptakan dan mengarahkan perubahan, bukan
sebaliknya menentang dan meresistensi perubahan itu sendiri.
Taoisme
dianggap jalan hidup yang diyakini mampu menciptakan kesadaran universal bagi
ummat manusia. Sejarah telah mencacat, bahwa pemikiran tentang Taoisme erat
kaitannya dengan mutiara-mutiara hikmah yang dapat kita petik sebagai pelajaran
yang mencerahkan dalam lapisan-lapisan primordial pemikiran manusia. Kita
menghendaki adanya suatu kebajikan yang mampu mengubah situasi sulit menjadi
lebih mudah, dan karena itu dibutuhkan jalan kesederhanan guna menumbuhkan
kesadaran imajiner dalam pikiran manusia itu sendiri. Tao layak dipelajari dan
dikaji secara lebih mendalam, mengingat di dalamnya terbingkas pesan spiritual
yang mengandung nilai-nilai filosofis bagi terciptanya kedamaian dunia.
B.
Mengenal
Ajaran Taoisme
Taoisme (Tionghoa: 道教 atau 道家 ) juga dikenal dengan Daoisme,
diprakarsai oleh Laozi (老子: pinyin:Lǎozǐ) sejak akhir Zaman Chunqiu yang hidup pada 604-517 sM
atau abad ke-6 sebelum Masehi. Taoisme merupakan ajaran Laozi yang berdasarkan
Daode Jing (道德經,piyin:Dàodé Jīng). Pengikut Laozi yang terkenal adalah Zhuangzi (莊子) yang merupakan tokoh penulis kitab yang berjudul Zhuangzi.
Taoisme adalah sebuah aliran filsafat yang berasal dari Cina. Taoisme sudah
berumur rubuan tahun, dan akar-akar pemikirannya telah ada sebelum masa
Konfusiusme. Hal ini dapat disebut sebagai tahap awal dari Taoisme. Bentuk
Taoisme yang lebih sistematis dan berupa aliran filsafat muncul kira-kira 3
abad SM. Selain aliran filsafat, Taoisme juga muncul dalam bentuk agama rakyat
yang mulai berkembang 2 abad setelah perkembangan filsafat Taoisme.[4]
Taoisme juga sering disebut dengan
Tao.Tao adalah kekuatan utama didalam alam semesta yang terdapat pada semua
benda, terdapat didalam inti segala benda di surga dan di bumi, kekal abadi dan
tidak dapat berubah. Nama Tao itu diambil dari huruf Cina yang artinya jalan[5].
Berdasarkan sumber-sumber tertulis umumnya agama Tao diyakini berasal dari
Kaisar Kuning (Wang-di).
C. Pendiri Taoisme
Pendiri Taoisme ialah seorang ahli pikir Tiongkok terkenal dengan
nama “Lao Tse” (guru tua) yang diperkirakan lahir tahun 600 SM bertepatan
dengaqn tahun ke 3 dari raja King Ting dari dinasti Kau.[6] Ia
menjabat Pengawas Urusan Arsip pada Perpustakaan Kerajaan (Imperial Library).[7]
Lao Tse dengan ketekunannya mempelajari buku-buku kuno dan kemudian membentuk
pendapatnya sendiri tentang agama dan filsafat yang pada masa kemudian sangat
menarik perhatian orang-orang yang mempelajarinya. Ketika berumur 90 tahun ia
memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan sebagai pegawai arsip kerajaan untuk
kemudian melakukan pengembaraan ke seluruh negara guna menghindari tindakan
raja yang ia anggap dzalim dan kejam.
D.
Sejarah Perkembangan Agama Tao
Agama
Tao didasarkan atas ajaran Lao Tse (604-517 SM). Lao Tse lebih tua 50 tahun
dari Kung Fu Tze (551-497 SM). Ia menjabat sebagai pengawas arsip pada
perpustakaan kerajaan (Imperial Library). Diceritakan bahwa Kung Fu Tza yang
berusia kurang lebih 30 tahun sangat ingin bertemu dengan Lao Tze yang sudah
berusia lebih dari 80 tahun, karena ajaran Lao Tze dirasa sangat aneh oleh Kung
Fu Tze. Pada suatu hari ia pun mendapat undangan untuk hadir di perpustakaan
kerajaan di ibu kota Loyang guna mengadakan studi terhadap naskah-naskah megenai
musik kuno dari bangsa Tionghoa. Ia pun menyampaikan keinginannya untuk
berjumpa dengan Lao Tze.[8]
Umumnya
Agama Tao diyakini berasal dari Kaisar Kuning (Wang Di), dikembangkan oleh Lao
Zi dan terorganisasi menjadi sebuah institusi Keagamaan (Agama Tao) yang
lengkap oleh Zhang Tao Ling. Agama Tao selain telah berjasa dalam menjaga
keharmonisan hidup bermasyarakat di Tiongkok selama beribu-ribu tahun. Juga
telah memberikan banyak sumbangan terhadap kemajuan sastra, budaya, ilmu
astronomi, ilmu pengobatan, filsafat dan cara berpikir masyarakat Tionghoa
dimanapun mereka berada.
Perkembangan
selanjutnya ajaran Lao Tse terletak ditangan murid-muridnya, yang terkenal
diantaranya bernama Chuang Tse. Filosof Lao Tse meninggalkan sebuah kitab kecil
Tao Te Ching yang berisi 5000 perkataan Tionghoa, yang kemudian dikomentari
oleh Chuang Tse menjadi 52 buah buku tebal (yang masih ada tinggal 33 buku
saja). Buku Chuang Tse tersebut menjadi popular di negeri Tiongkok dan banyak
dikagumi orang di sana. Akan tetapi sayang tulisan-tulisan Chuang Tse tersebut
tidak menggambarkan ajaran Lao Tse yang murni, oleh karena di sana-sini penuh
dengan pandangannya sendiri yang menyimpang dari ajaran gurunya. Setelah Chuang
Tse meninggal, maka banyak penulis yang melanjutkan ajaran Taoisme dalam bentuk
keagamaan. Kemudian setelah Taoisme dipandang sebagai agama, maka faham ini
mengalami penurunan karena dimasukkannya magic, takhayul, pendewaan terhadap
kekuatan alam. Bahkan Lao Tse sendiri diperdewakan orang. Ketika Budhisme masuk
Tiongkok, Taoisme meminjam dari padanya faham “Reinkarnasi” (penitisan roh kembali)
sehingga Lao Tse dianggap sebagai titisan dewa Budha. Setelah itu didirikan
banyak kuil diseluruh Tiogkok, diciptakan juga upacar-upacara dan kurban-kurban
dqan sebagainya untuk memuja Lao Tse dan roh-roh halus.
E. Kitab Suci Ajaran Taoisme
Tao Te
Ching merupakan kitab suci di dalam agama Tao, terpandang kitab suci tertipis
di antara seluruh kitab suci berbagai agama di dunia. Terdiri atas 81 buah
sajak-sajak singkat, disertai prosa-prosa singkat. Terdiri dari 25 halaman yang
kemudian diberi komentar oleh pelbagai ahli filsafat sehingga menjadi kitab
yang sangat tebal. Sekalipun Tao Te Ching itu tipis tetapi isinya mencakup
hamper keseluruhan aspek kehidupan. Sekalipun kata yang digunakan sederhana
akan tetapi kandungan maknanya berisikan banyak paradoks. Kitab tipi situ
betul-betul merupakan tantangan bagi siapapun untuk memahamkan pengertiannya
yang lebih dalam.[9]
Kitab
ini ditulis oleh Lao Tse pada abad 6 SM. Sangat sulit bagi orang awam untuk
memahami kitab tersebut karena sangat puitis dan disampaikan secara lugas. Isi
terpenting dari Tao Te Ching yaitu ajaran tentang Wu-wei. Wu-wei merupakan
perintah termasyhur bagi penganut Taoisme yang dijadikan pedoman-pedoman dan
etika dalam memelihara kehidupan seseorang dan memberikan contoh “jalan” untuk
menjadi orang yang bijaksana. Wu-wei adalah hidup yang dijalani tanpa
ketegangan. Hal itu merupakan perwujudan yang murni dari kelemah-lembutan,
kesederhanaan, dan kebebasan.[10]
Kitab
tersebut menyimpan suatu pengertian yang ajaib (misterius) yaitu yang tersirat
dalam kata “TAO”. Kata ini menyulitkan banyak sarjana untuk mengartikannya.
Ajaran Taoisme cenderung membawa tradisi Tiongkok kono ke dalam bentuk
keagamaan dan filsafat. Dengan demikian Lao Tse menjadikan Taoisma menjadi
faham yang dapat mengimbangi paham Kungfusianisme yang terkenal sebagai paham
kuno dan yang berusaha mempertahankan tradisi Tiongkok dalam bnentuk baru, tapi
berada pada jalan yang sama dengan yang dilalui Taoisme.[11]
Di samping
kitab Tao Te Ching terdapat kitab-kitab lain yang dianggap oleh para ahli
sebagai karya kedua terbesar dari filsafat Taoisme, yaitu kitab Chuang-Tzu yang
berisi tentang pemikiran guru Zhuang dan murid-muridnya dan kitab Leizi yang
berisi kumpulan-kumpulan cerita dan hiburan dalam filsafat.
F. Ajaran dan Praktek Ibadah Taoisme
Taoisme
memiliki empat ajaran yaitu:
Dao
Dao
adalah inti dari ajaran Taoisme, yang berarti tidak berbentuk, tidak terlihat,
tapi merupakan proses kejadian dari semua benda hidup dan segala benda-benda
yang ada di alam semesta. Dao yang berwujud dalam bentuk benda hidup dan
kebendaan lainnya adalah De. Gabungan Dao dengan De dikenal sebagai Taoisme
yang merupa kan landasan
kealamian. Keabadian manusia terwujud disaat seseorang mencapai kesadaran Dao,
dan orang tersebut akan menjadi dewa. Penganut-penganut Taoisme mempraktekkan
Dao untuk mencapai kesadaran Dao, dan menjadi seorang dewa.
Yin dan Yang
Dao
melahirkan sesuatu, yang disebut dengan Yin (Positif) dan Yang (Negatif), Yin
dan Yang saling melengkapi untuk menghasilkan tenaga atau kekuatan. Kekuatan
tersebut bersumber dari jutaan benda di dunia. Setiap benda di alam semesta
yang berupa benda hidup ataupun benda mati mengandung Yin dan Yang yang saling
melengkapi untuk mencapai keseimbangan.
Pandangan Tentang Manusia
Manusia
yang sombong dan melakukan hal di luar kemampuannya, maka suatu saat dia akan
mendapat celaan yang dapat membuatnya berduka atau menderita. Karena itu,
seorang bijaksana yang mengenal Dao dan hukum alam akan memilih mengundurkan
diri dan menolak segala penghargaan yang diberikan padanya. Ia memilih untuk
tidak menonjolkan dirinya. Meskipun demikian, Taoisme tidak mengajarkan bahwa
seseorang harus menyingkirkan seluruh harta benda yang dimiliki untuk mencapai
ketentraman batin. Hal yang perlu dibuang adalah rasa kemelekatan terhadap
harta tersebut.[12]
Etika
Dalam
menjalani kehidupan yang ada, manusia mengarah pada kehidupan yang alamiah
tanpa adanya proses ikut campur. Kehidupan yang alami inilah yang menjadi suatu
kebajikan dasar yang memicu munculnya tiga buah kebajikan lain yang menuntun
manusia dalam kehidupannya, yaitu lemah lembut, rendah hati, dan menyangkal
diri. Kelemah-lembutan merupakan teman dari kehidupan, sebaliknya, kekerasan
dan kekakuan adalah teman dari kematian. Rendah hati adalah sikap mampu
membatasi diri dengan berbuat seperlunya saja. Di dalam kitab Daode Ching
dikatakan, “Tidak ada kutuk yang lebih besar daripada merasa kurang puas. Tidak
ada dosa yang lebih besar daripada selalu ingin memiliki. Kemudian menyangkal
diri adalah sikap menganggap diri dan hidup manusia hanyalah sebagai pinjaman
dari alam semesta kepada manusia. Oleh karena itu, manusia yang bijaksana dan
menginginkan hidup tenang dan tenteram akan mempercayakan seluruh hidupnya kepada
Dao atau alam semesta.[13]
G. Keberadaan Agama Tao Di Indonesia
Keberadaan Agama Tao di Indonesia sudah sejak lama, bersamaan dengan
datangnya orang-orang Tionghoa ke Nusantara dalam rangka mencari kehidupan.
Dengan demikian, secara tidak langsung, telah membawa adat istiadat yang
melekat dalam diri dan keyakinan serta keper-cayaan (agama). Selanjutnya, untuk
melaksanakan ritual keagamaan dibangunlah tempat-tempat periba-datan Agama Tao
di mana mereka berada. Sampai saat ini dapat kita lihat tempat-tempat peribadatan
Agama Tao yang tersebar, mulai dari Aceh (Nangroe Aceh Darussalam) sampai
dengan Papua (Irian), yang saat ini orang mengenalnya dengan sebutan Klen-teng.
Dengan demikian, maka dapat disim-pulkan, bahwa umat Agama Tao sejak dahulu
hingga saat ini tetap eksis keberadaannya di Tanah Air Indonesia tercinta ini. Sejak
adanya perubahan politik di Negara Indonesia pada tahun 1965, dan
dikeluarkannya Inpres No. 14 tahun 1967 tentang “Agama, Keper-cayaan, dan Adat
Istiadat”, sejak saat itulah per-kembangan Agama Tao di Indonesia seolah-olah
tidak ada, dan umat Agama Tao sepertinya dipak-sakan untuk menjadi umat agama
lain. Dan sebut-an tempat ibadahnya pun telah diubah namanya dengan tidak
menyebutnya sebagai Klenteng (Tao Kuan). Namun, walau keberadaan Agama Tao
secara resmi tidak diakui, tetapi dalam kehidupan sehari-hari umat Agama Tao di
Indonesia tetap melak-sanakan ritual peribadatan sebagaimana ajaran Agama Tao
yang diyakininya, meskipun terlihat di luarnya seolah-olah ajaran dari agama
lain.
Oleh karena keberadaan umat Agama Tao di Indonesia tetap ada, maka pada
tahun 1974 di Medan dibentuk organisasi keagamaan Tao, yang waktu itu diketuai
oleh Taosu Kusumo sekaligus merangkap sebagai pengurus dan anggota.
Dalam perkembangan selanjutnya ternyata banyak dukungan, baik dari kalangan umat agama Tao sendiri (yang dalam hal ini seolah-olah menga-ku umat agama lain), maupun komunitas dari umat beragama lainnya yang hidup dan berkem-bang di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam perkembangan selanjutnya ternyata banyak dukungan, baik dari kalangan umat agama Tao sendiri (yang dalam hal ini seolah-olah menga-ku umat agama lain), maupun komunitas dari umat beragama lainnya yang hidup dan berkem-bang di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Akibat banyaknya dukungan terhadap Agama Tao di Indonesia, maka umat dan
simpatisan Tao mendeklarasikan suatu organisasi Kesamaan Keagamaan pada tanggal
27 Februari 1992 di Jakarta, dengan nama Majelis Taoisme Indonesia (MTI). Sejak
perubahan politik pada tahun 1998, Indonesia mengalami reformasi di segala
bidang secara signifikan. Hal ini pula berdampak pada umat Agama Tao dan MTI,
ditambah dengan dikeluarkannya Keppres No. 6 tahun 2000 tentang “Pencabutan
Instruksi Presiden Nomor 14 tahun 1967 tentang “Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat
China”. Selain dari pada itu, diperkuat dengan Undang-undang No. 39 tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia.
Selain itu, Negara pun menjamin kemerde-kaan setiap orang memeluk agama dan
keper-cayaannya itu (UU No. 39 tahun 1999, ayat 2 Pasal 22). Setiap wagra
negara atau kelompok masya-rakat berhak mendirikan partai politik, lembaga
swadaya masyarakat atau organisasi lainnya, untuk berperan serta dalam
menjalankan peme-rintahan dan penyelenggaraan negara sejalan dengan tuntutan
perlindungan, penegakkan, dan pemajuan hak asasi manusia sesuai dengan
keten-tuan peraturan perundang-undangan (UU No. 39 tahun 1999, ayat 2 Pasal
24).
Sekalipun diperkuat dalam perundang-undangan dan peraturan-peraturan yang
ada di negara ini, antara lain : UUD 1945 pasal 29 ayat 2, Inpres No. 1 thn
1965, SKB Menag dan Mendagri No. 1 thn 1979, Instruksi Menag No. 3 thn 1981, UU
No. 8 thn 1983, UU No. 10 thn 1992, UU No. 39 thn 1999 tentang Hak Asasi
manusia, UU No. 23 thn 2006, UU No. 12 thn 2006 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia, dan UU No. 40 thn 2008 tentang Diskriminasi Etnis, serta UU
lainnya.
Untuk keberadaan Agama Tao di bebe-rapa negara tetangga pun, Menteri Agama
RI telah mengutus jajarannya ke negara asal Agama Tao. Dan mereka secara jelas
telah menerima penjelasan, serta melihat langsung tempat peribadatannya. Namun,
hingga saat ini, keberadaan umat Agama Tao belum mendapat respon dari
peme-rintah. Seolah, pemerintah benar-benar tutup mata terhadap Agama Tao.
Terbukti, umat Tao masih tetap menggunakan agama lain dalam kartu identitasnya
(KTP). Sesungguhnya, pihak MTI telah beberapa kali melayangkan surat ke
Departemen Agama RI, dan selalu mendapat jawaban sama, yakni pemerintah belum
dapat memberi jawaban. Bila dikatakan, pihak pemerintah tidak mengakui
keberadaan Agama Tao di Indonesia, merekapun keberatan. Untuk menyatakan “ya”
juga keberatan. Dengan demikian, dapat dikatakan, bahwa di negeri ini telah
terjadi diskriminasi terhadap masyarakat dan rakyatnya, terutama di bidang
kepercayaan dan agama. Padahal telah sama-sama diketahui, bahwa warga negara
dari suku bangsa China, di Indonesia jumlahnya termasuk terbesar ketiga,
setelah Jawa dan Sunda. Perlu diketahui, umat Agama Tao melalui MTI telah
banyak melakukan kegiatan-kegiatan sosial, mulai dari pembagian sembako, sunatan
massal hingga pemberian santunan kepada masyarakat tidak mampu. Selain itu, MTI
pun telah turut serta menso-sialisasikan buku Undang Undang Dasar 1945 dengan
menerbitkan buku UUD 1945 berbahasa Mandarin.
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin. Menguak
Misteri Ajaran Agama-Agama Besar. Jakarta: PT Golden Tarayon Press.2001.
Creel, H.G.. Alam
Pikiran Cina. Yogyakarta: PT Tiara Wacana. 1989.
Keene,
Michael. Agama-Agama Dunia. Yogyakarta: Kanisius. 2006.
Souyb, Joe
Soef. Agama-Agama Besar Di Dunia. Jakarta: Al Husna Zikra. 1996.
http://id.wikipedia.org/wiki/Taoisme,
pada tanggal 15 September 2016
[1] Ikhsan
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Tao, (Jakarta: Lembaga Penelitian
UIN Jakarta, 2006), hal. 47
[2] Michael H.
Hart, 100 Tokoh Yang Paling Berpengaruh Dalam Sejarah (terjemah), Jakarta,
2003, hal. 48
[3] Ikhsan
Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Tao, hal. 48
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Taoisme,
pada tanggal 17 April 2014
[5] Michael Keene,
Agama-Agama
Dunia (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hlm.172.
[6] Arifin, Menguak
Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, (Jakarta: PT Golden Terayon
Press, 2001), hlm. 36.
[7] Joe Soef Souyb,
Agama-Agama
Besar Di Dunia, (Jakarta: Al Husna Zikra, 1996), hlm. 186.
[8] Joesof
Sou’yub
[9] Joe Soef
Souyb, Agama-Agama
Besar Di Dunia, (Jakarta: Al Husna Zikra, 1996), hlm. 191
[10]
http://ernysulis5.blogspot.com/2014/01/agama-taoisme.html, pada tanggal 17
April 2014
[11] Arifin, Menguak
Misteri Ajaran Agama-Agama Besar,hlm.39.
[12]
http://ernysulis5.blogspot.com/2014/01/agama-taoisme.html, pada tanggal 15
September 2016
[13]
http://id.wikipedia.org/wiki/Taoisme, pada tanggal 15 September 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar