Senin, 28 November 2016

Agama Taoisme

A.    Pendahuluan
Agama-agama China yang populer di dunia adalah Konfusianisme, Buddhisme, dan Taoisme. Tiga ajaran ini saling melengkapi antara satu dengan lainnya, dan telah dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari orang China. Jika Konfusianisme lebih menekankan nilai-nilai etika kehidupan, Buddhisme lebih menekankan mengenai kehidupan setelah mati, maka Taoisme lebih menekankan keserasian hubungan antara manusia dengan alam.[1]
Kata Tao sendiri diterjemahkan sebagai “jalan” atau “jalur” sedangkan kasarnya berarti “alam” atau “hukum alam”[2]. Berdasarkan sumber-sumber tertulis, bahwa tradisi tentang Taoisme yang berkembang saat ini di China maupun di luar China, dimulai dengan tokoh Lao-zi, karena sumber dari ajaran Tao tersebut berasal dari Lao-tse, dengan kitabnya yang cukup terkenal yakni Tao-te Ching (Jalan dan Kekuatan Klasik)[3]
Kajian tentang Taoisme dalam ranah agama-agama menjadi topik yang cukup menarik, mengingat sejarah perjalanan Taoisme yang pernah kita baca penuh dengan pesan-pesan kebajikan dan tuntunan hidup bagi ummat manusia. Memahami Taoisme sebagai sebuah jalan keutuhan, keseimbangan, dan keserasian. Sebagaimana agama-agama lain, Taoisme turut serta dalam memberikan sumbangan pemikiran tentang harmonisasi alam semesta dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip keseimbangan alam guna mencapai kedamaian dunia. Itulah sebabnya, Taoisme lebih bersifat filosofis ketimbang agamis, karena memang Taoisme merupakan jalan untuk menciptakan dan mengarahkan perubahan, bukan sebaliknya menentang dan meresistensi perubahan itu sendiri.
Taoisme dianggap jalan hidup yang diyakini mampu menciptakan kesadaran universal bagi ummat manusia. Sejarah telah mencacat, bahwa pemikiran tentang Taoisme erat kaitannya dengan mutiara-mutiara hikmah yang dapat kita petik sebagai pelajaran yang mencerahkan dalam lapisan-lapisan primordial pemikiran manusia. Kita menghendaki adanya suatu kebajikan yang mampu mengubah situasi sulit menjadi lebih mudah, dan karena itu dibutuhkan jalan kesederhanan guna menumbuhkan kesadaran imajiner dalam pikiran manusia itu sendiri. Tao layak dipelajari dan dikaji secara lebih mendalam, mengingat di dalamnya terbingkas pesan spiritual yang mengandung nilai-nilai filosofis bagi terciptanya kedamaian dunia.



B.     Mengenal Ajaran Taoisme
Taoisme (Tionghoa: 道教 atau 道家 ) juga dikenal dengan Daoisme, diprakarsai oleh Laozi (老子: pinyin:Lǎozǐ) sejak akhir Zaman Chunqiu yang hidup pada 604-517 sM atau abad ke-6 sebelum Masehi. Taoisme merupakan ajaran Laozi yang berdasarkan Daode Jing (道德經,piyin:Dàodé Jīng). Pengikut Laozi yang terkenal adalah Zhuangzi (莊子) yang merupakan tokoh penulis kitab yang berjudul Zhuangzi.
Taoisme adalah sebuah aliran filsafat yang berasal dari Cina. Taoisme sudah berumur rubuan tahun, dan akar-akar pemikirannya telah ada sebelum masa Konfusiusme. Hal ini dapat disebut sebagai tahap awal dari Taoisme. Bentuk Taoisme yang lebih sistematis dan berupa aliran filsafat muncul kira-kira 3 abad SM. Selain aliran filsafat, Taoisme juga muncul dalam bentuk agama rakyat yang mulai berkembang 2 abad setelah perkembangan filsafat Taoisme.[4]  Taoisme juga sering disebut dengan Tao.Tao adalah kekuatan utama didalam alam semesta yang terdapat pada semua benda, terdapat didalam inti segala benda di surga dan di bumi, kekal abadi dan tidak dapat berubah. Nama Tao itu diambil dari huruf Cina yang artinya jalan[5]. Berdasarkan sumber-sumber tertulis umumnya agama Tao diyakini berasal dari Kaisar Kuning (Wang-di).
C.    Pendiri Taoisme       
Pendiri Taoisme ialah seorang ahli pikir Tiongkok terkenal dengan nama “Lao Tse” (guru tua) yang diperkirakan lahir tahun 600 SM bertepatan dengaqn tahun ke 3 dari raja King Ting dari dinasti Kau.[6] Ia menjabat Pengawas Urusan Arsip pada Perpustakaan Kerajaan (Imperial Library).[7] Lao Tse dengan ketekunannya mempelajari buku-buku kuno dan kemudian membentuk pendapatnya sendiri tentang agama dan filsafat yang pada masa kemudian sangat menarik perhatian orang-orang yang mempelajarinya. Ketika berumur 90 tahun ia memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan sebagai pegawai arsip kerajaan untuk kemudian melakukan pengembaraan ke seluruh negara guna menghindari tindakan raja yang ia anggap dzalim dan kejam.
D.    Sejarah Perkembangan Agama Tao
Agama Tao didasarkan atas ajaran Lao Tse (604-517 SM). Lao Tse lebih tua 50 tahun dari Kung Fu Tze (551-497 SM). Ia menjabat sebagai pengawas arsip pada perpustakaan kerajaan (Imperial Library). Diceritakan bahwa Kung Fu Tza yang berusia kurang lebih 30 tahun sangat ingin bertemu dengan Lao Tze yang sudah berusia lebih dari 80 tahun, karena ajaran Lao Tze dirasa sangat aneh oleh Kung Fu Tze. Pada suatu hari ia pun mendapat undangan untuk hadir di perpustakaan kerajaan di ibu kota Loyang guna mengadakan studi terhadap naskah-naskah megenai musik kuno dari bangsa Tionghoa. Ia pun menyampaikan keinginannya untuk berjumpa dengan Lao Tze.[8]
Umumnya Agama Tao diyakini berasal dari Kaisar Kuning (Wang Di), dikembangkan oleh Lao Zi dan terorganisasi menjadi sebuah institusi Keagamaan (Agama Tao) yang lengkap oleh Zhang Tao Ling. Agama Tao selain telah berjasa dalam menjaga keharmonisan hidup bermasyarakat di Tiongkok selama beribu-ribu tahun. Juga telah memberikan banyak sumbangan terhadap kemajuan sastra, budaya, ilmu astronomi, ilmu pengobatan, filsafat dan cara berpikir masyarakat Tionghoa dimanapun mereka berada.
Perkembangan selanjutnya ajaran Lao Tse terletak ditangan murid-muridnya, yang terkenal diantaranya bernama Chuang Tse. Filosof Lao Tse meninggalkan sebuah kitab kecil Tao Te Ching yang berisi 5000 perkataan Tionghoa, yang kemudian dikomentari oleh Chuang Tse menjadi 52 buah buku tebal (yang masih ada tinggal 33 buku saja). Buku Chuang Tse tersebut menjadi popular di negeri Tiongkok dan banyak dikagumi orang di sana. Akan tetapi sayang tulisan-tulisan Chuang Tse tersebut tidak menggambarkan ajaran Lao Tse yang murni, oleh karena di sana-sini penuh dengan pandangannya sendiri yang menyimpang dari ajaran gurunya. Setelah Chuang Tse meninggal, maka banyak penulis yang melanjutkan ajaran Taoisme dalam bentuk keagamaan. Kemudian setelah Taoisme dipandang sebagai agama, maka faham ini mengalami penurunan karena dimasukkannya magic, takhayul, pendewaan terhadap kekuatan alam. Bahkan Lao Tse sendiri diperdewakan orang. Ketika Budhisme masuk Tiongkok, Taoisme meminjam dari padanya faham “Reinkarnasi” (penitisan roh kembali) sehingga Lao Tse dianggap sebagai titisan dewa Budha. Setelah itu didirikan banyak kuil diseluruh Tiogkok, diciptakan juga upacar-upacara dan kurban-kurban dqan sebagainya untuk memuja Lao Tse dan roh-roh halus.

E.     Kitab Suci Ajaran Taoisme

Tao Te Ching merupakan kitab suci di dalam agama Tao, terpandang kitab suci tertipis di antara seluruh kitab suci berbagai agama di dunia. Terdiri atas 81 buah sajak-sajak singkat, disertai prosa-prosa singkat. Terdiri dari 25 halaman yang kemudian diberi komentar oleh pelbagai ahli filsafat sehingga menjadi kitab yang sangat tebal. Sekalipun Tao Te Ching itu tipis tetapi isinya mencakup hamper keseluruhan aspek kehidupan. Sekalipun kata yang digunakan sederhana akan tetapi kandungan maknanya berisikan banyak paradoks. Kitab tipi situ betul-betul merupakan tantangan bagi siapapun untuk memahamkan pengertiannya yang lebih dalam.[9]
Kitab ini ditulis oleh Lao Tse pada abad 6 SM. Sangat sulit bagi orang awam untuk memahami kitab tersebut karena sangat puitis dan disampaikan secara lugas. Isi terpenting dari Tao Te Ching yaitu ajaran tentang Wu-wei. Wu-wei merupakan perintah termasyhur bagi penganut Taoisme yang dijadikan pedoman-pedoman dan etika dalam memelihara kehidupan seseorang dan memberikan contoh “jalan” untuk menjadi orang yang bijaksana. Wu-wei adalah hidup yang dijalani tanpa ketegangan. Hal itu merupakan perwujudan yang murni dari kelemah-lembutan, kesederhanaan, dan kebebasan.[10]
Kitab tersebut menyimpan suatu pengertian yang ajaib (misterius) yaitu yang tersirat dalam kata “TAO”. Kata ini menyulitkan banyak sarjana untuk mengartikannya. Ajaran Taoisme cenderung membawa tradisi Tiongkok kono ke dalam bentuk keagamaan dan filsafat. Dengan demikian Lao Tse menjadikan Taoisma menjadi faham yang dapat mengimbangi paham Kungfusianisme yang terkenal sebagai paham kuno dan yang berusaha mempertahankan tradisi Tiongkok dalam bnentuk baru, tapi berada pada jalan yang sama dengan yang dilalui Taoisme.[11]
Di samping kitab Tao Te Ching terdapat kitab-kitab lain yang dianggap oleh para ahli sebagai karya kedua terbesar dari filsafat Taoisme, yaitu kitab Chuang-Tzu yang berisi tentang pemikiran guru Zhuang dan murid-muridnya dan kitab Leizi yang berisi kumpulan-kumpulan cerita dan hiburan dalam filsafat.

F.     Ajaran dan Praktek Ibadah Taoisme

Taoisme memiliki empat ajaran yaitu:
Dao
Dao adalah inti dari ajaran Taoisme, yang berarti tidak berbentuk, tidak terlihat, tapi merupakan proses kejadian dari semua benda hidup dan segala benda-benda yang ada di alam semesta. Dao yang berwujud dalam bentuk benda hidup dan kebendaan lainnya adalah De. Gabungan Dao dengan De dikenal sebagai Taoisme yang merupa            kan landasan kealamian. Keabadian manusia terwujud disaat seseorang mencapai kesadaran Dao, dan orang tersebut akan menjadi dewa. Penganut-penganut Taoisme mempraktekkan Dao untuk mencapai kesadaran Dao, dan menjadi seorang dewa.
Yin dan Yang
Dao melahirkan sesuatu, yang disebut dengan Yin (Positif) dan Yang (Negatif), Yin dan Yang saling melengkapi untuk menghasilkan tenaga atau kekuatan. Kekuatan tersebut bersumber dari jutaan benda di dunia. Setiap benda di alam semesta yang berupa benda hidup ataupun benda mati mengandung Yin dan Yang yang saling melengkapi untuk mencapai keseimbangan.
Pandangan Tentang Manusia
Manusia yang sombong dan melakukan hal di luar kemampuannya, maka suatu saat dia akan mendapat celaan yang dapat membuatnya berduka atau menderita. Karena itu, seorang bijaksana yang mengenal Dao dan hukum alam akan memilih mengundurkan diri dan menolak segala penghargaan yang diberikan padanya. Ia memilih untuk tidak menonjolkan dirinya. Meskipun demikian, Taoisme tidak mengajarkan bahwa seseorang harus menyingkirkan seluruh harta benda yang dimiliki untuk mencapai ketentraman batin. Hal yang perlu dibuang adalah rasa kemelekatan terhadap harta tersebut.[12]
Etika
Dalam menjalani kehidupan yang ada, manusia mengarah pada kehidupan yang alamiah tanpa adanya proses ikut campur. Kehidupan yang alami inilah yang menjadi suatu kebajikan dasar yang memicu munculnya tiga buah kebajikan lain yang menuntun manusia dalam kehidupannya, yaitu lemah lembut, rendah hati, dan menyangkal diri. Kelemah-lembutan merupakan teman dari kehidupan, sebaliknya, kekerasan dan kekakuan adalah teman dari kematian. Rendah hati adalah sikap mampu membatasi diri dengan berbuat seperlunya saja. Di dalam kitab Daode Ching dikatakan, “Tidak ada kutuk yang lebih besar daripada merasa kurang puas. Tidak ada dosa yang lebih besar daripada selalu ingin memiliki. Kemudian menyangkal diri adalah sikap menganggap diri dan hidup manusia hanyalah sebagai pinjaman dari alam semesta kepada manusia. Oleh karena itu, manusia yang bijaksana dan menginginkan hidup tenang dan tenteram akan mempercayakan seluruh hidupnya kepada Dao atau alam semesta.[13]
G.    Keberadaan Agama Tao Di Indonesia
Keberadaan Agama Tao di Indonesia sudah sejak lama, bersamaan dengan datangnya orang-orang Tionghoa ke Nusantara dalam rangka mencari kehidupan. Dengan demikian, secara tidak langsung, telah membawa adat istiadat yang melekat dalam diri dan keyakinan serta keper-cayaan (agama). Selanjutnya, untuk melaksanakan ritual keagamaan dibangunlah tempat-tempat periba-datan Agama Tao di mana mereka berada. Sampai saat ini dapat kita lihat tempat-tempat peribadatan Agama Tao yang tersebar, mulai dari Aceh (Nangroe Aceh Darussalam) sampai dengan Papua (Irian), yang saat ini orang mengenalnya dengan sebutan Klen-teng. Dengan demikian, maka dapat disim-pulkan, bahwa umat Agama Tao sejak dahulu hingga saat ini tetap eksis keberadaannya di Tanah Air Indonesia tercinta ini. Sejak adanya perubahan politik di Negara Indonesia pada tahun 1965, dan dikeluarkannya Inpres No. 14 tahun 1967 tentang “Agama, Keper-cayaan, dan Adat Istiadat”, sejak saat itulah per-kembangan Agama Tao di Indonesia seolah-olah tidak ada, dan umat Agama Tao sepertinya dipak-sakan untuk menjadi umat agama lain. Dan sebut-an tempat ibadahnya pun telah diubah namanya dengan tidak menyebutnya sebagai Klenteng (Tao Kuan). Namun, walau keberadaan Agama Tao secara resmi tidak diakui, tetapi dalam kehidupan sehari-hari umat Agama Tao di Indonesia tetap melak-sanakan ritual peribadatan sebagaimana ajaran Agama Tao yang diyakininya, meskipun terlihat di luarnya seolah-olah ajaran dari agama lain.
Oleh karena keberadaan umat Agama Tao di Indonesia tetap ada, maka pada tahun 1974 di Medan dibentuk organisasi keagamaan Tao, yang waktu itu diketuai oleh Taosu Kusumo sekaligus merangkap sebagai pengurus dan anggota.
Dalam perkembangan selanjutnya ternyata banyak dukungan, baik dari kalangan umat agama Tao sendiri (yang dalam hal ini seolah-olah menga-ku umat agama lain), maupun komunitas dari umat beragama lainnya yang hidup dan berkem-bang di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Akibat banyaknya dukungan terhadap Agama Tao di Indonesia, maka umat dan simpatisan Tao mendeklarasikan suatu organisasi Kesamaan Keagamaan pada tanggal 27 Februari 1992 di Jakarta, dengan nama Majelis Taoisme Indonesia (MTI). Sejak perubahan politik pada tahun 1998, Indonesia mengalami reformasi di segala bidang secara signifikan. Hal ini pula berdampak pada umat Agama Tao dan MTI, ditambah dengan dikeluarkannya Keppres No. 6 tahun 2000 tentang “Pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 tahun 1967 tentang “Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat China”. Selain dari pada itu, diperkuat dengan Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Selain itu, Negara pun menjamin kemerde-kaan setiap orang memeluk agama dan keper-cayaannya itu (UU No. 39 tahun 1999, ayat 2 Pasal 22). Setiap wagra negara atau kelompok masya-rakat berhak mendirikan partai politik, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi lainnya, untuk berperan serta dalam menjalankan peme-rintahan dan penyelenggaraan negara sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakkan, dan pemajuan hak asasi manusia sesuai dengan keten-tuan peraturan perundang-undangan (UU No. 39 tahun 1999, ayat 2 Pasal 24).
Sekalipun diperkuat dalam perundang-undangan dan peraturan-peraturan yang ada di negara ini, antara lain : UUD 1945 pasal 29 ayat 2, Inpres No. 1 thn 1965, SKB Menag dan Mendagri No. 1 thn 1979, Instruksi Menag No. 3 thn 1981, UU No. 8 thn 1983, UU No. 10 thn 1992, UU No. 39 thn 1999 tentang Hak Asasi manusia, UU No. 23 thn 2006, UU No. 12 thn 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, dan UU No. 40 thn 2008 tentang Diskriminasi Etnis, serta UU lainnya.
Untuk keberadaan Agama Tao di bebe-rapa negara tetangga pun, Menteri Agama RI telah mengutus jajarannya ke negara asal Agama Tao. Dan mereka secara jelas telah menerima penjelasan, serta melihat langsung tempat peribadatannya. Namun, hingga saat ini, keberadaan umat Agama Tao belum mendapat respon dari peme-rintah. Seolah, pemerintah benar-benar tutup mata terhadap Agama Tao. Terbukti, umat Tao masih tetap menggunakan agama lain dalam kartu identitasnya (KTP). Sesungguhnya, pihak MTI telah beberapa kali melayangkan surat ke Departemen Agama RI, dan selalu mendapat jawaban sama, yakni pemerintah belum dapat memberi jawaban. Bila dikatakan, pihak pemerintah tidak mengakui keberadaan Agama Tao di Indonesia, merekapun keberatan. Untuk menyatakan “ya” juga keberatan. Dengan demikian, dapat dikatakan, bahwa di negeri ini telah terjadi diskriminasi terhadap masyarakat dan rakyatnya, terutama di bidang kepercayaan dan agama. Padahal telah sama-sama diketahui, bahwa warga negara dari suku bangsa China, di Indonesia jumlahnya termasuk terbesar ketiga, setelah Jawa dan Sunda. Perlu diketahui, umat Agama Tao melalui MTI telah banyak melakukan kegiatan-kegiatan sosial, mulai dari pembagian sembako, sunatan massal hingga pemberian santunan kepada masyarakat tidak mampu. Selain itu, MTI pun telah turut serta menso-sialisasikan buku Undang Undang Dasar 1945 dengan menerbitkan buku UUD 1945 berbahasa Mandarin.



DAFTAR PUSTAKA
Arifin. Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar. Jakarta: PT Golden Tarayon Press.2001.
Creel, H.G.. Alam Pikiran Cina. Yogyakarta: PT Tiara Wacana. 1989.
Keene, Michael. Agama-Agama Dunia. Yogyakarta: Kanisius. 2006.
Souyb, Joe Soef. Agama-Agama Besar Di Dunia. Jakarta: Al Husna Zikra. 1996.
http://id.wikipedia.org/wiki/Taoisme, pada tanggal 15 September 2016




[1] Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Tao, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2006),  hal. 47
[2] Michael H. Hart, 100 Tokoh Yang Paling Berpengaruh Dalam Sejarah (terjemah), Jakarta, 2003, hal. 48
[3] Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Tao, hal. 48
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Taoisme, pada tanggal 17 April 2014
[5] Michael Keene, Agama-Agama Dunia (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hlm.172.
[6] Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, (Jakarta: PT Golden Terayon Press, 2001), hlm. 36.
[7] Joe Soef Souyb, Agama-Agama Besar Di Dunia, (Jakarta: Al Husna Zikra, 1996), hlm. 186.
[8] Joesof Sou’yub
[9] Joe Soef Souyb, Agama-Agama Besar Di Dunia, (Jakarta: Al Husna Zikra, 1996), hlm. 191
[10] http://ernysulis5.blogspot.com/2014/01/agama-taoisme.html, pada tanggal 17 April 2014
[11] Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar,hlm.39.
[12] http://ernysulis5.blogspot.com/2014/01/agama-taoisme.html, pada tanggal 15 September 2016
[13] http://id.wikipedia.org/wiki/Taoisme, pada tanggal 15 September 2016


Tidak ada komentar:

Posting Komentar